
Kantong Plastik vs Tas Belanja Kain: Mana yang Lebih Ramah Lingkungan?
Penggunaan kantong plastik sering dianggap sebagai penyebab utama polusi lingkungan karena sifatnya yang tidak mudah terurai dan risiko mencemari lautan selama ratusan tahun. Namun, menurut analisis siklus hidup (LCA), kantong plastik sekali pakai memerlukan sumber daya jauh lebih sedikit dibandingkan tas kertas atau kain dalam hal energi, emisi karbon, dan limbah padat. Misalnya, kantong plastik mengonsumsi sekitar 40 % lebih sedikit energi, menghasilkan 70 % lebih sedikit emisi atmosfer, dan 80 % lebih sedikit limbah dibanding tas kertas. Riset di Denmark menyatakan kantong kertas butuh digunakan ulang setidaknya 43 kali, sedangkan tas katun bahkan hingga ribuan kali agar dampaknya setara dengan plastik. Data lain dari Inggris menyebutkan kantong kain katun perlu dipakai 131–327 kali untuk menyamai dampak karbon kantong plastik sekali pakai. Ini menunjukkan bahwa efisiensi penggunaan menjadi kunci: plastik sekali pakai mungkin "lebih ramah" jika penggunaan berulang. Namun, jika tidak didaur ulang atau dibuang sembarangan, kantong plastik dapat menyebabkan pencemaran akut di ekosistem laut dan sungai. Oleh karena itu, pilihan paling tepat tergantung konteks penggunaan dan perilaku konsumen.
Tas belanja kain umumnya terbuat dari katun mendapat reputasi ramah lingkungan, tetapi produksi bahan ini sangat intensif air, energi, dan pestisida. Data dari industri tekstil global menyebutkan produksi satu kilogram kapas bisa membutuhkan lebih dari 3.644 m³ air dan penggunaan zat kimia yang signifikan. Hasil LCA selanjutnya menunjukkan bahwa tas katun perlu digunakan lebih dari 100 kali untuk mengimbangi jejak lingkungan dibanding kantong plastik sekali pakai. Bahkan studi lainnya mencatat diperlukan hingga 7.100 kali penggunaan jika dihitung dengan semua indikator dampak lingkungan. Meskipun daya tahannya lebih baik daripada kertas atau plastik, praktik penggunaan ulang dalam kehidupan sehari-hari biasanya jauh di bawah angka tersebut . Selain itu, tas kain cenderung melepaskan mikroserat selama pencucian, yang berkontribusi pada pencemaran mikroplastik . Ini menjelaskan bahwa tidak cukup hanya mengandalkan reputasi "ramah lingkungan" penggunaan berkelanjutan dan nyata menjadi penentu.
Secara keseluruhan, berdasarkan berbagai studi ilmiah dan laporan LCA, kantong plastik sekali pakai ternyata menjadi pilihan paling efisien dari sisi penggunaan sumber daya jika hanya dipakai sekali dan dikelola secara benar. Namun, kantong plastik jenis yang dapat digunakan ulang (seperti LDPE tebal) bisa lebih ramah lingkungan setelah digunakan berkali-kali, setidaknya 4–11 kali, tergantung bahan. Sedangkan tas kain katun hanya menjadi lebih baik jika digunakan ratusan kali secara nyata, yang jarang tercapai dalam praktik konsumen biasa. Maka, strategi paling bijak adalah menggunakan kantong plastik tebal secara ulang misalnya sebagai kantong sampah serta meningkatkan tingkat daur ulang dan pengumpulan sampah plastik. Mengurangi konsumsi plastik sekali pakai dan membiasakan penggunaan ulang kantong bisa menurunkan jejak lingkungan, tanpa harus berpindah langsung ke tas kain yang sumber dayanya mahal. Kesimpulannya: tidak ada jawaban tunggal, melainkan kombinasi tepat berdasarkan konteks dan perilaku nyata konsumen.